Selamat Datang Perdagangan Bebas
Pekan pertama pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Tiongkok atau ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA), arus barang dari Tiongkok belum menunjukkan peningkatan. Namun, diperkirakan mulai Mei nanti, produk Tiongkok mulai membanjiri pasar Indonesia.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Perdagangan dan Industri Edy Putra Irawadi mengatakan, berdasar analisis arus barang, terdapat pola musiman yang mesti diperhatikan oleh para pelaku industri dalam negeri dan aparat bea cukai di pelabuhan. ''Siklusnya, setiap Mei, barang konsumsi mulai masuk,'' ujarnya di Kantor Menko Perekonomian akhir pekan lalu.
Sebelumnya,Dirjen Bea dan Cukai Departemen Keuangan Thomas Sugijata menyebut, berdasar laporan data cepat dalam early warning yang diaktifkan Ditjen Bea Cukai, belum ada peningkatan arus barang masuk dalam jumlah signifikan. ''Belum ada peningkatan impor,'' katanya.
Menurut Edy, sebenarnya arus barang asal Tiongkok masuk sepanjang tahun ke Indonesia. Namun, komoditasnya berbeda-beda. Dia mengatakan, untuk periode Oktober hingga Maret, barang asal Tiongkok yang masuk lebih banyak berupa alat-alat atau mesin pertanian yang tidak banyak diproduksi di Indonesia. Karena itu, arusnya tidak terlalu dirasakan.
Tetapi, pada Mei, ketika permintaan barang konsumsi naik menjelang pergantian tahun ajaran baru, serbuan komoditas asal Tiongkok berupa komoditas atau barang konsumsi seperti sepatu, tas, dan tekstil. Barang-barang jenis itu secara langsung head to head atau berhadapan dengan produksi dalam negeri. ''Jadi, dampak arus barang konsumsi ini akan lebih terasa,'' ujarnya.
Edy mengungkapkan, di sektor industri barang konsumsi, kekuatan Tiongkok memang sangat besar. Selain tekstil, sepatu, dan pakaian jadi, elektronik kelas bawah dari Tiongkok juga terus membanjiri pasar di seluruh dunia. ''Dalam komoditas ini, China (Tiongkok, Red) kuat banget,'' terangnya.
Menurut Edy, upaya memperketat masuknya arus barang dari Tiongkok sudah dilakukan sejak krisis ekonomi global akhir tahun 2008. Misalnya, mendisiplinkan pengawasan daerah perbatasan atau border, mulai dari penertiban pelaku hingga komoditas, serta verifikasi harus menyertakan manual bahasa Indonesia untuk produk elektronik. ''Langkah itu terbukti cukup efektif sehingga akan terus ditingkatkan,'' ujarnya.
Pemerintah, kata Edy, menargetkan nilai perdagangan Indonesia-Tiongkok bisa menembus angka USD 30 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Dia mengakui, neraca perdagangan Indonesia mulai defisit dengan Tiongkok sejak 2008. Namun, pada 2009, defisitnya mulai menipis. ''Target kita, dalam beberapa tahun, (neraca perdagangan) ini bisa balance lagi,'' katanya.
Untuk itu, lanjut Edy, pemerintah akan mencoba merancang strategi perdagangan dengan memetakan keunggulan komoditas Indonesia yang bisa masuk ke pasar Tiongkok. Misalnya barang primer. ''Kalau pengamanan SKA (surat keterangan asal)-nya oke, pengamanan pasar domestik oke, hak dagang kita optimalkan, maka (produk Tiongkok) yang masuk itu produk yang tidak head to head dengan kita. Kecuali tekstil. Sebab, itu produk dunia yang bisa dibuat semua negara,'' jelasnya.
Thomas Sugijata menambahkan, pengetatan kelengkapan Model E atau SKA produk impor akan menjadi salah satu strategi untuk mengecek apakah suatu barang impor berhak mendapatkan tarif sesuai AC-FTA. ''Pengawasan dari dulu memang sudah dilakukan, tetapi sekarang intensitasnya ditingkatkan,'' ujarnya.
No comments:
Post a Comment