Pemerintah kini berusaha menyamakan harga per kilogram gas pada tabung 3 kilogram dan 12 kilogram. Penghilangan disparitas harga tersebut diharapkan bisa menghentikan pengoplosan gas yang berakibat kerusakan tabung.
Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, opsi tersebut kini disiapkan oleh pemerintah dan akan difinalkan pekan depan. "Akibat disparitas harga, muncul orang tak bertanggung jawab yang mengoplos isi tabung. Itu merusak katup tabung 3 kilogram maupun 12 kilogram," kata Agung di sela rapat kerja di Istana Bogor kemarin (5/8).
Pemerintah menyiapkan tiga opsi untuk menyamakan harga gas. Pertama, menaikkan harga gas tabung 3 kilogram. Kedua, menurunkan harga gas tabung 12 kilogram. Ketiga, sedikit menaikkan harga gas tabung 3 kilogram dan menurunkan harga gas tabung 12 kilogram. Saat ini harga gas tabung 3 kilogram di pasaran sekitar Rp 14 ribu. Sementara itu, harga gas tabung 12 kilogram Rp 75 ribu-Rp 76 ribu. Dampak tiga pilihan tersebut kini dikaji dalam APBN karena terkait dengan perubahan postur subsidi. "Saya kira, sangat mungkin ke satu harga. Nanti dilihat, apakah 12 kilogram yang turun atau sebaliknya. Semua opsi itu cenderung menghilangkan disparitas harga agar tak ada spekulan yang kurang ajar, main comot," ujar Agung.
Di tempat yang sama, Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan menginginkan elpiji dijual dengan harga keekonomian. Untuk masyarakat miskin pengguna gas tabung 3 kilogram, bisa disediakan skema subsidi langsung atau bantuan langsung tunai (BLT). "Kalau harga disesuaikan dengan BLT, bila dihitung dengan harga regulator dan slang serta kebutuhan memasak dalam sebulan, (BLT, Red) itu mungkin Rp 150 ribu," papar Karen.
Dia mengatakan, harga keekonomian elpiji saat ini Rp 7.826 per kilogram. Untuk gas tabung 12 kilogram saja, jelas dia, Pertamina masih rugi. Karen menambahkan, sebenarnya harga gas tetap lebih murah daripada minyak tanah.
Menteri ESDM Darwin Z. Saleh menjamin masyarakat miskin tetap mendapatkan subsidi, yang diharapkan makin tepat sasaran. Namun, disparitas harga gas memang harus dihilangkan. "Yang jelas, disparitas harga berdampak pada tindak pengoplosan," ungkap Darwin.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) tidak ingin disalahkan soal kebijakan konversi subsidi minyak tanah ke elipiji. Kebijakan itu dinilai sudah tepat. Jika ada masalah yang mengakibatkan banyaknya ledakan tabung gas, pemerintah terus berusaha memperbaiki kebijakan tersebut.
SBY menyatakan telah bertemu dengan JK untuk membicarakan maraknya ledakan tabung elpiji. JK datang ke Wisma Negara, kompleks Istana Presiden, Jakarta, pekan lalu karena risau atas pandangan sebagian kalangan yang menyalahkan kebijakan konversi subsidi minyak tanah ke elpiji. "Saya sampaikan, tidak ada yang salah dengan kebijakan itu (konversi subsidi, Red), kebijakan yang pemerintah ambil waktu presidennya saya dan wakil presidennya Pak Jusuf Kalla. Jika ada masalah-masalah dari kebijakan yang tidak keliru itu, kami perbaiki," ucap SBY saat membuka rapat kerja di Istana Bogor kemarin.
Saat menjabat Wapres, JK dikenal sebagai inisiator program konversi subsidi minyak tanah ke elpiji.(jawapos.com)
No comments:
Post a Comment