Wednesday, May 4, 2011

TENTANG KERACUNAN KEHAM ILAN

 












Preeclampsia (pre-e-klam-si-a) atau toxemia , adalah suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan, umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Gejala-gejala yang umum adalah tingginya tekanan darah, pembengkakan yang tak kunjung sembuh dan tingginya jumlah protein di urin.
Preeclampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan pada wanita yang memiliki sejarah preeclampsia di keluarganya. Resiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40 tahun. Selain itu, wanita dengan tekanan darah tinggi atau memiliki gangguan ginjal sebelum hamil juga beresiko tinggi mengalami preeclampsia . Penyebab sesungguhnya masih belum diketahui.

DETEKSI PREECLAMPSIA

 
Tidak ada uji khusus untuk mendiagnosa preeclampsia . Pemeriksaan tekanan darah yang rutin dapat membantu mendeteksi adanya preeclampsia karena pengingkatan tekanan darah yang drastis setelah usia kehamilan di atas 20 minggu (sistolik di atas 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg; atau peningkatan 30 mmHg untuk sistolik dan 15 mmHg untuk diastolik) merupakan pertanda awal kemungkinan terjadinya preeclampsia . Melalui tes urin dapat dideteksi adanya kandungan protein di urin ( proteinuria ). Jika terdeteksi, sebaiknya seringlah mengunjungi dokter sekurang-kurangnya sekali seminggu.

RESIKO PREECLAMPSIA UNTUK IBU DAN BAYI 
 
Ibu hamil yang mengalami preeclampsia berisiko tinggi mengalami keguguran, gagal ginjal akut, pendarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada system pembuluh darah, dan eclampsia , yaitu gangguan tahap lanjutan yang ditandai dengan serangan toxemia yang bisa berakibat sangat serius bagi ibu dan bayinya.
Pada bayi, preeclampsia dapat mencegah plasenta (jalur penyaluran udara dan makanan untuk janin) mendapat asupan darah yang cukup, sehingga bayi bisa kekurangan oksigen ( hypoxia ) dan makanan. Hal ini dapat menimbulkan rendahnya bobot tubuh bayi ketika lahir dan juga menimbulkan masalah lain pada bayi, seperti kelahiran prematur sampai dengan kematian pada saat kelahiran ( perinatal death ).
Tetapi banyak wanita penderita preeclampsia tetap melahirkan bayi yang sehat. Hal ini karena preeclampsia dapat dideteksi lebih awal apabila calon ibu rajin merawat kehamilannya.

CARA MENGATASI PREECLAMPSIA 
 
Apabila Anda mengalami preeclampsia , melahirkan adalah cara yang paling tepat untuk melindungi Anda dan bayi Anda. Tapi hal ini tidak selalu harus dilakukan, karena bisa jadi bayi Anda terlalu dini untuk dilahirkan.
Apabila kelahiran tidak memungkinkan karena usia kandungan yang terlalu dini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi preeclampsia sampai bayi dinyatakan cukup umur untuk bisa dilahirkan. Langkah-langkah tersebut meliputi penurunan tekanan darah dengan cara istirahat total ( bed-rest ) atau dengan obat-obatan, dan perhatian khusus dari dokter. Pada beberapa kasus, bisa jadi diperlukan opname di rumah sakit.
Salah satu cara mengendalikan tekanan darah ketika Anda tidak sedang hamil adalah dengan membatasi jumlah garam pada makanan Anda. Namun hal ini bukanlah ide bagus apabila Anda mengalami hipertensi pada saat hamil. Tubuh Anda membutuhkan garam untuk menjaga aliran cairan tubuh, jadi Anda tetap membutuhkan asupan garam dalam jumlah normal. Dokter Anda akan menginformasikan berapa banyak jumlah garam yang Anda butuhkan perhari dan berapa banyak jumlah air yang harus anda minum tiap harinya.
Dokter anda mungkin akan memberikan aspirin atau tambahan kalsium untuk mencegah preeclampsia . Dokter mungkin juga akan menyarankan Anda untuk berbaring pada sisi kiri anda saat anda beristirahat. Hal ini akan meningkatkan aliran darah dan mengurangi beban pembuluh darah besar Anda. Banyak dokter memberikan magnesium sulfat selama proses melahirkan dan beberapa hari setelah melahirkan untuk mencegah eclampsia .

GEJALA-GEJALA PREECLAMPSIA


Apabila Anda sedang hamil dan mengalami gejala-gejala seperti di bawah ini, segeralah hubungi dokter anda :
Sakit kepala yang parah
Muntah darah
Pembengkakan yang berlebihan pada kaki dan tangan
Jumlah urin yang sedikit atau tidak ada urin
Kencing disertai darah
Denyut jantung yang cepat
Pusing
Mual berlebihan
Telinga berdengung
Muntah berlebihan
Mengantuk
Demam
Penglihatan ganda
Penglihatan buram
Kebutaan tiba-tiba
Nyeri pada perut


"Preeclampsia" adalah suatu kondisi yang dapat mempengaruhi banyak sistem pada tubuh dan ditandai dengan tekanan darah tinggi dan protein di dalam urin (yang menunjukkan gangguan ginjal). Kondisi tersebut terjadi pada sebanyak 8 persen kehamilan dan bertanggung jawab atas sebanyak 15 persen dari 500.000 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di seluruh dunia setiap tahun.

Dr. Allen A. Mitchell, dari Boston University, dan rekannya mempelajari lebih dari 5.000 perempuan yang melahirkan bayi antara 1998 dan 2006. Dalam waktu 6 bulan setelah melahirkan, perempuan itu diwawancarai mengenai "sosiodemografik" dan faktor medis, termasuk tekanan darah tinggi selama kehamilan, preeclampsia dan perawatan kesuburan.

Jika terjadi `preeclampsia` maka baik sang jabang bayi dan sang ibu hamil sama-sama menghadapi resiko kematian.
Kasus `Preeclampsia` terjadi saat aliran nutrisi pada rahim ibu hamil mengalami kontraksi yang membuat aliran darah dan oxigen menjadi terhambat.

Kasus `Preeclampsia` biasanya terjadi di akhir masa kehamilan yang sekaligus membuat tekanan darah menjadi tinggi.

Sejauh ini belum ada penelitian yang mampu mengungkapkan bagaimana proses terjadinya `Preeclampsia` dan belum ada terapi yang efektif untuk menghindarkan kejadian ini.

`Preeclampsia` diperkirakan setidaknya menewaskan 76.000 wanita dan bayi diseluruh dunia setiap tahunya.

Di AS diperkirakan 8 persen terjadi pada kehamilan dan diperkirakan 15 bayi terkena kasus ini yang membuat mereka lahir prematur.

Suplemen vitamin C dan E biasanya diberikan pada wanita hamil yang setiap bulanya rutin melakukan pemeriksaan.

Para dokter kebidanan memberikan kedua suplemen itu sebagai upaya untuk membantu menghindarkan terjadinya `Preeclampsia`.

Dr. Arun Jeyabalan seorang ahli kebidanan dari `the University of Pittsburgh School of Medicine` (AS) yang tidak terlibat dalam penelitian ini memiliki keyakinan sendiri dimana ia menayrankan agar para dokter tidak memberikan kedua suplemen itu kepada para wanita hamil.

"Berdasarkan informasi yang kami miliki, saya tidak merekomendasikan tambahan suplemen vitamin C dan E kepada para wanita hamil,' saran Dr. Arun Jeyabalan.
Disertasi Siti Candra: Kombinasi Antioksidan Turunkan Kejadian Preeclampsia
29 Oktober 2007
Preeclampsia (PE) merupakan keadaan patologis yang spesifik pada kehamilan manusia. Selama ini pengobatan yang diberikan untuk mencegah manifestasi PE kepada ibu hamil belum maksimal tercapai, terbukti PE masih merupakan 1 di antara 3 penyebab utama kematian ibu hamil. Dari beberapa penelitian secara klinis yang pernah dilakukan dengan pemberian antioksidan NAC atau vitamin C dikombinasi vitamin E untuk pencegahan manifestasi PE hasilnya masih kontroversial ada yang berhasil menurunkan kejadian PE dan ada yang tidak berhasil. Ketidakberhasilan ini kemungkinan karena beratnya oxidative stress pada penderita PE yang tidak sama dan pemberian antioksidan yang tidak tepat baik dosis, macam maupun kombinasinya. Penelitian in vitro diperlukan dengan menggunakan 3 kombinasi antioksidan NAC, vitamin C dan vitamin E yang bekerja secara sinergis dalam menurunkan oxidative stress pada HUVECs yang dipapar plasma E.
Demikian dr Siti Candra Windu Batiyani SpOG(K) dalam disertasi berjudul “Pengaruh Pemberian NAC, Vitamin C, Vitamin E pada Oxidative Stress yang Ditimbulkan oleh Huvecs Dipapar dengan Plasma Eclampsia”. Ujian akhir disertasi doktor bidang ilmu kedokteran dengan minat biomedik itu berlangsung Senin (29/10) di gedung Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Lebih lanjut diungkapkan, penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, melakukan penelitian mengenai peranan nutrisi vitamin C, vitamin B1, dan vitamin A pada Preeclampsia dan kadar H2O2, MDA, NO, dan rasio GSH/GSSG pada plasma kehamilan normal, Preeclampsia berat dan Eclampsia. Pada penelitian ini menggunakan metode recall diet dari asupan nutrisi pada ibu hamil mengalami PEB, E, dan kehamilan N yang masuk ke rumah sakit dan telah melahirkan. Hasilnya didapatkan bahwa asupan makanan yang sedikit mengandung vitamin C, vitamin A dan vitamin B1 pada penderita PE, diduga berhubungan dengan peningkatan H2O2, MDA, NO, dan penurunan rasio GSH/GSSG di plasma menyebabkan keadaan oxidative stress pada penderita PEB dan E.
Kedua, meneliti untuk mengetahui pengaruh paparan plasma kehamilan normal, preeclampsia berat dan eclampsia terhadap kadar H2O2, MDA, NO, dan rasio GSH/GSSG pada HUVECs. Penelitian ini mendapatkan bahwa pemaparan 2% plasma kehamilan N pada HUVECs meningkatkan kadar rasio GSH/GSSG. Sedangkan pemaparan 2% plasma PEB dan E ke kultur sel endotel HUVECs kadar GSH/GSSG lebih rendah dari yang dipapar dengan 2% plasma kehamilan N. Hal ini menggambarkan bahwa kandungan bahanbahan oxidative stress di plasma PEB dan E akan menginduksi peningkatan kadar H2O2, MDA, NO, dan penurunan rasio GSH/GSSG pada HUVECs. Ketiga, melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh paparan antioksidan NAC, Vitamin C, dan Vitamin E pada HUVECs yang dipapar plasma Eclampsia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga kombinasi antioksidan tersebut, aktivitas antioksidannya lebih efektif dan bisa bekerja lebih lama dalam melakukan scavenger radikal bebas sehingga lebih efektif dalam menurunkan oxidative stress sel endotel HUVECs yang ditimbulkan oleh pemaparan 2% plasma E. Hal ini dapat dilihat dari analisa path, nilai T-statistik tertinggi dibandingkan hanya menggunakan 2 kombinasi antioksidan yaitu pada hubungan H2O2 dan MDA dengan rasio GSH/GSSG. Pada penelitian in vivo dengan pemberian tunggal antioksidan vitamin C atau vitamin E hasilnya masih kontroversial, dimungkinkan karena kondisi in vitro dan in vivo berbeda dan juga beratnya oxidative stress yang dialami penderita PE berbeda dengan pola terapi yang sama.

Di Indonesia, PE - E masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosa dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia serta penanganannya, perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak1,6.
Perlu ditekankan bahwa sindroma preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan. Tanpa disadari, dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat, bahkan eklampsia. Dengan pengetahuan ini, menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain1.
PE - E adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Definisi preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis2,3,4. PE - E hampir secara ekslusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut2:
  1. Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis
  2. Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus
  3. Penyakit ginjal.
Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsi/eklampsi belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
  1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan5 Pada PE - E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
    fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
  2. Peran Faktor Imuunologis5 Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
    Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE - E:
    1. Beberapa wanita dengan PE - E mempunyai kompleks imun dalam serum.
    2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE - E diikuti dengan proteinuri.
    Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE - E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE - E.
  3. Peran Faktor Genetik/familial4,5 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE - E antara lain:
    1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
    2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE - E.
    3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE - E dan bukan pada ipar mereka.
    4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
Kriteria Diagnosa
Preeklamsia Berat (PEB)

Diagnosa PEB ditegakkan apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini:
  1. Tekanan darah > 160/110. Syarat: (a) Bumil Ibbu hamil) dalam keadaan relaksasi (pengukuran T minimal setelah istirahat 10 menit); dan (b) Bumil tidak dalam keadaan his.
  2. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
  3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma.
  4. Gangguan visus dan serebral.
  5. Nyeri epigastrum/hipokondrium kanan.
  6. Edema paru dan sianosis.
  7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
  8. Adanya Hellp Syndrome (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet count).
Metode
 
Penelitian ini merupakan penelitian retrospectif pada ibu hamil dengan komplikasi preeklamsi-eklamsi yang dirawat dan melahirkan di RSU Tarakan. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita preeklamsi-eklamsi yang memenuhi syarat penelitian, dirawat, dan melahirkan antara 1 Januari 1996 sampai 31 Desember 1998 di RSU Tarakan.
Kriteria inklusi: (a) Ibu hamil dengan komplikasi preeklampsia dan eklampsia; (b) Melahirkan janin tunggal, letak kepala, baik hidup maupun mati, dengan proteinuria, umur kehamilan sama dengan atau lebih tua dari 28 minggu. Sedangkan kriteria ekslusi: (a) Kasus ibu hamil dengan preeklamsia-eklamsia tidak melahirkan di RSU Tarakan; (b) Kasus ibu hamil dengan preeklamsia-eklamsia dengan data tidak lengkap sesuai karakteristik penderita; (c) Ibu dengan penyakit Diabetes mellitus, jantung, ginjal, hati, anemia, kelainan trombosit (trombositopeni idiopatik purpura), SLE, infeksi, hipertensi sebelumnya, dan kelainan neurologi; seerta (d) Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital mayor.
Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan catatan medik rawat inap penderita PE - E dengan umur kehamilan ≥ 28 minggu, yang dirawat dan melahirkan di RSU Tarakan dari 1 Januari 1996 sampai 31 Desember 1998.
Penderita PE - E yang memenuhi syarat penelitian dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel yang diamati, yaitu usia ibu hamil, pendidikan, frekuensi memeriksakan kehamilannya, usia kehamilan saat diagnosis ditegakkan, status kehamilan, tekanan darah sistolik dan diastolik, cara persalinan, ada tidaknya kematian perinatal, serta komplikasi yang ditemukan. Data yang didapat kemudian ditabulasikan. Dari data-data tersebut, dibuat kesimpulan mengenai karakteristik penderita PE - E di RSU Tarakan, KalTim.
Batasan operasional yang dipergunakan dalam penelitian ini:
Preeklamsia adalah hipertensi akibat kehamilan dengan proteinuria dan atau edema yang terjadi pada kehamiian setelah umur 20 minggu, bersalin, atau nifas, menyertai preeklamsia dan bukan karena kelainan neurologik.
Hipertensi adalah bila didapatkan tekanan darah > 140/90 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik >15 mmHg dan atau sistolik > 30 mmHg dalam kehamilan.
Proteinuri adalah adanya protein dalam urin dengan pemeriksaan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Edema adalah adanya timbunan cairan bebas secara menyeluruh. Dikatakan piting edema jika terdapat edema pada tungkai bawah dan dikatakan generalisata jika didapat kenaikan BB ibu melebihi 0,5 kg/minggu, 2 kg/bln, atau 13 kg selama kehamilan.
Umur kehamilan dihitung dalam minggu lengkap, mulai hari pertama haid terakhir.
Data laboratorium dan tekanan darah yang dinilai dalam penelitian adalah data pertama pada saat penderita dirawat di RSU Tarakan sebelum mendapat pengobatan.
Kematian perinatal adalah jumlah bayi mati ditambah kematian neonatal dini. Bayi lahir mati (BLM) adalah bayi yang lahir dalam keadaan meninggal yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu atau lebih, atau BB lahir 1000 gram atau lebih.
Kematian neonatal dini (KND) adalah kematian bayi yang lahir hidup yang kemudian meninggal dalam 7 hari pertama setelah persalinan. Karena tidak dilakukan pengamatan lanjut selama 7 hari maka penelitian terbatas sampai pada bayi pulang dan RS. 

Hasil Penelitian
 
Dari pengamatan yang dilakukan secara retrospektif terhadap data yang ada pada medical record RSU Tarakan dari 1 Januari 1996 s.d. 31 Desember 1998, kami medapatkan kejadian PE - E di RSU Tarakan sebesar 3,26% (110 kasus) dari 3370 persalinan. Dari jumlah tersebut, yang memenuhi kriteria sebagai sampel sebanyak 53,64% (59 kasus), dengan sebaran 88,14% PE dan 11,86% E .
Sesuai dengan tujuan penelitian, sampel yang ada kami tabulasikan kejadian PE - E berdasarkan usia ibu, usia kehamilan, status gravida, cara persalinan, tekanan darah sistolik dan diastolik, tingkat pendidikan ibu, frekuensi ANC, dan kejadian komplikasi serta kematian perinatal pada PE - E. Dari sampel yang ada, didapatkan usia ibu antara 17--46 tahun dengan frekuensi kejadian PE - E terbanyak terdapat pada kelompok umur 20--35 tahun sebesar 76,27% .
Usia kehamilan dari sampel yang diamati dibedakan menjadi preterm, aterm, dan posterm. Frekuensi kejadian terbanyak terdapat pada kelompok usia kehamilan ibu 37 minggu/lebih, yaitu 86,44% .
Status gravida ibu pada sampel yang diamati dibedakan dalam primigravida dan multigravida. Tidak terdapat perbedaan kejadian yang mencolok antara primigravida dengan multigtavida. Frekuensi kejadian pada multigravida 54,24% sedang pada primigravida 45,76% .
Cara persalinan pada sampel ini dibedakan atas pervaginam dan perabdominal. Sebanyak 81,35% di antaranya dilahirkan pervaginam, baik spontan maupun buatan .
Tekanan darah sistolik ibu saat dirawat pada sampel antara 140--220 mmHg, sedang diastolik antara 90--140 mmHg. Kejadian terbanyak PE - E pada tekanan sistolik > 160 mmHg (66,1%), dan pada tekanan diastolik ≤ 110 mmHg (57,63%) (tabel 7). Khusus untuk kejadian E, 57,14% terjadi pada tekanan sistolik > l60, dan tekanan diastolik > 110.
Komplikasi teranyyak dari PE - E dalam sampel penelitian ini adalah prematuritas (23%), IUFD (17%), HPP (14%), dan dismaturitas (11%) .
Dari sampel yanng diamati, 67,8% melakukan pemeriksaan antenatal di Posyandu dan tempat pelayanan KIA lainnya .
Hanya 20,3% dari sampel yang diamati yang tidak memiliki pendidikan .
Dari kematian perinatal yang ada, 66,7% adalah ayi lahir mati, sedangkan 33,3% adalah ayi dengan kematian neonatal dini (tabel 11). Angka kematian perinatal pada penelitian ini adalah 2,67 per seribu . 

Pembahasan
 
Seperti telah diketahui ahwa preeklampsia-eklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu terbanyak di negara-negara berkembang, di samping perdarahan dan infeksi. Menurut Wibowo. H, (1993) RSUP Karyadi mendapatkan angka kejadian PE - E sebesar 2,85% sedangkan Soejoenoes A. (1983) dari 12 Rumah Sakit rujukan di Indonesia mendapatkan angka 5,2%. Dalam penelitian ini, didapatkan angka kejadian sebesar 3,26% dari 3370 persalinan.
Distribusi kejadian preeklampsi-eklampsi berdasarkan umur, menurut beberapa referensi banyak ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim, yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Dalam penelitian ini, kejadian terbanyak didapatkan pada kelompok usia 20--35 tahun (76,27%). Hasil ini sesuai dengan apa yang didapatkan oleh Hadi S. (1997) di RSHS Bandung dan Siregar MF. (1997) di RS Pirngadi. Sedangkan Wibowo H. (1993) mendapatkan kejadian preeklampsia-eklampsi terbanyak pada kelompok umur di atas 35 tahun (58,3%), di mana status multigravida lebih dominan pada penelitian ini (54,24%). Dalam penelitian ini, kejadian preeklampsi-eklampsi terbanyak ditemukan pada umur kehamilan antara 37--42 minggu. Hal ini sesuai dengan yang didapatkan oleh Wibowo B. (1997) di RS Karyadi, Semarang (82,0%).
Tingginya kejadian preeklampsia-eklampsia di negara-negara berkembang dihubungkan dengan masih rendahnya status sosialekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Kedua hal tersebut saling terkait dan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman terhadap berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya. Dalam penelitian ini, didapatkan bahwa dari sampel yang ada, hanya 20,3% yang tidak berpendidikan. Hal ini berbanding lurus dengan data kunjungan ANC yang didapatkan, yaitu 54,8% melakukan kunjungan ANC sesuai persyaratan minimal.
Tinggi-rendahnya tekanan darah dalam berbagai referensi digunakan sebagai salah satu indikator tingkat keparahan dari hipertensi akibat kehamilan. Makin tinggi tekanan darah penderita makin parah tingkat hipertensi akibat kehamilan yang diderita. Dalam penelitian ini, didapatkan 66,1% penderita mempunyai tekanan sistolik > 160 mmHg dan 57,63% mempunyai tekanan diastolik ≤ 110 mmHg. Jika dilihat, hubungan antara tekanan darah dengan tingkat morbiditas dan mortalitas ibu serta anak maka didapatkan bahwa morbiditas dan mortalitas ibu dan anak meningkat pada tekanan sistolik > 160 mmHg atau tekanan diastolik > 110 mmHg.
Komplikasi yang sering ditemukan pada preeklampsia-eklampsia antara lain: BBLR (prematur dan dismatur) sebesar 34% (terbanyak), IUFD 17%, asfiksia neonatorum 17%, perdarahan pasca persalinan 14%, kematian neonatal dini 9%, dan gangguan visus, solusio plasenta, serta kematian ibu masing-masing 1 kasus (3%). Angka kematian perinatal (AKP) dalam penelitian ini sebesar 2,67%. Sedang Wibowo H. (1993) di RSUP Dr. Kariadi mendapatkan AKP 5,0%; Soejoenoes A. (1983) dari 12 RS rujukan mendapatkan AKP sebesar 10.88%; Siregar MF (1997) di RS Dr. Pirngadi Medan mendapatkan AKP sebesar 9,55 permil. 

Kesimpulan
 
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa profil penderita preeklampsia-eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur adalah sebagai berikut:
  1. Angka kejadian preeklampsia-eklampsia di RSU Tarakan 3,26%.
  2. Kelompok usia terbanyak penderita adalah antara 20--35 tahun.
  3. Status pendidikan penderita dari SD s.d. PT 79,7%
  4. Tingkat kunjungan ANC penderita ≥ 4 kali selama hamil 54,8%.
  5. Usia kehamilan penderita saat diagnosis ditegakkan 86,44% pada usia 37--42 minggu.
  6. Status gravida penderita terbanyak adalah multigravida, yaitu 54,24%.
  7. Tekanan darah penderita terbanyak sistolik > 160 mmHg (66,1%), diastolik ≤ 110 mmHg (57,63%).
  8. Cara persalinan terbanyak yang dilakukan adalah pervaginam ()
  9. Komplikasi terbanyak yang didapatkan: BBLR (), IUFD (), asfiksia neonatorum (), perdarahan pasca persalinan (), kematian neonatal dini (), dan gangguan visus, serta kematian ibu dan solutio plasenta masing-masing ().
  10. Angka kematian perinatal sebesar 2,67.

No comments:

Post a Comment